Trilogi Pembangunan Orde Baru: Pengertian, Kebijakan, dan Dampak



Peran politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah berkali-kali mengalami masa pasang surut dari waktu ke waktu. Politik memiliki banyak makna, salah satu  makna tersebut dikemukakan Coser et al. (1987): “Politics as process of deciding ‘who gets what, when, and how’”. 

Politisi yang terdiri dari legislatif dan eksekutif inilah yang mengamalkan proses tersebut. 

Politisi yang menerapkannya sebenarnya memiliki maksud ingin memiliki kekuasaan. 

Di masa tertentu, politik merupakan panglima perang, tetapi di masa tertentu pula politik dilupakan. 

Awal mulanya politik merupakan sebuah cara dalam mencapai kemerdekaan. Politisi ingin mencapai kemerdekaan dengan cara mendirikan partai politik maupun mendirikan organisasi. 

Politisi sebelum kemerdekaan banyak yang ditangkap dan ditahan atau bahkan diasingkan. Pada periode sebelum kemerdekaan politik dilandasi idealisme, semuanya berpusat kepada kemerdekaan. Kondisi seperti ini terus berlangsung hingga masa orde lama paruh kedua tahun 1960-an. 

Bila ditinjau dari segi ekonomi penerimaan total maka yang diterima akan jauh lebih kecil dibandingkan  biaya total yang harus dikeluarkan. 

Biaya total meliputi materi, nyawa dan kesengsaraan yang diderita oleh keluarga politisi selama ia ditahan, diasingkan, atau bahkan ditinggal selamanya. Politisi mendapatkan kekuasaan setelah mereka diasingkan.

Pada era orde baru, ekonomi sebagai panglima pembangunan yang tercermin pada Trilogi Pembangunan. 

Trilogi Pembangunan merupakan doktrin pembangunan yang isinya mengenai pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, serta pemerataan hasil pembangunan. 

Di awal era orde baru pertumbuhan ekonomi dijadikan sebagai prioritas pembangunan, seluruh kegiatan harus selaras dengan pertumbuhan ekonomi. 

Seluruh aspek politik dikontrol atas nama stabilitas nasional dengan melalui penyederhanaan partai politik dan bangunan ‘pseudo-democracy’ yang monoloyalitas Golkar dengan pilar jalur ABRI, Birokrasi, serta Golongan. 

Politisi yang kritis akan dimarjinalkan, partai-partai disederhanakan, partai Islam didifusikan kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai Nasrani, Nasionalis didifusikan dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). 

Keseluruhan politik didominasi oleh Golkar, sedangkan PPP dan PDI hanya sebagai pelengkap saja. Tahun 1984 semua organisasi baik sosial maupun politik  dipaksa untuk menerima asas tunggal Pancasila menurut tafsir penguasa. 

Pemerintah pusat sangat mendominasi. Masa Orde Baru pengambilan keputusan dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah dibawahnya harus setuju dan menyesuaikan pemerintah pusat. Anggaran pendapatan dan belanja daerah dikontrol penuh oleh pemerintah pusat. 

Politisi yang kritis akan ditahan dengan tuduhan penghinaan kepala negara dan stabilitas nasional. Jika partai PPP dan PDI ingin berlaku kritis maka akan diintervensi oleh pemerintah melalui kongres luar biasa. 

Kedua proses tersebut akan menghasilkan ketua umum boneka yang dapat dijadikan alat pemerintah. Kondisi ini menghasilkan keseimbangan yaitu politisi mencapai keuntungan normal. 

Pengertian Trilogi Pembangunan Orde Baru

Pemerintahan pada masa Orde Baru menjalankan kebijakan yang selama 32 tahun tidak mengalami perubahan secara signifikan sehingga terjadinya stabilitas ekonomi.

Atas dasar itu pemerintah jarang melakukan perubahan kebijakan terutama kebijakan mengenai anggaran negara. 

Pada masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan ekonomi pada masa itu berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi, kebijakan ini didukung oleh kestabilan politik. 

Pada tanggal 31 Maret 1979 mulai dilaksanakan Pelita III dengan menitik beratkan pembangunan sektor pertanian menuju swasembada pangan dengan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sasaran pokok Pelita III ini ditujukan kepada Trilogi Pembangunan.

Trilogi pembangunan menurut etimologis terdiri dari tiga kata, yaitu kata “tri” yang berarti tiga, “logi” yang berarti ilmu, dan “pembangunan” yang berarti mendirikan, menyusun, dan membuat. 

Trilogi pembangunan memiliki makna secara umum yaitu rencana pembangunan yang dibuat pada masa Orde Baru di Indonesia untuk dasar menentukan berbagai kebijakan seperti politik, ekonomi, dan sosial sebagai pelaksanaan pembangunan negara. 

Adapun pengertian Trilogi Pembangunan yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1995 yang menyatakan bahwa Trilogi Pembangunan merupakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 

Hal ini tercemin bahwa unsur-unsur dalam Trilogi Pembangunan harus dikembangkan secara selaras, serasi, terpadu, dan saling mengait. 

Konsep Trilogi Pembangunan merupakan konsep yang berupaya untuk memadukan strategi pembangunan dari atas yang bertumpu pada pembangunan ekonomi melalui pembangunan sektoral dengan strategi pembangunan dari bawah yang bertumpu pada pemerataan melalui pembangunan regional.

Kebijakan Trilogi Pembangunan Masa Orde Baru

Unsur-unsur dalam Trilogi pembangunan adalah :

1)      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. 

    Bermakna bahwa pembangunan itu harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah tanah air, serta hasil-hasilnya harus dapat dirasakan oleh seluruh rakyat secara adil dan merata. Adil dan merata mengandung arti bahwa setiap warga negara harus menerima hasil-hasil pembangunan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan bagi yang mampu berperan lebih, harus menerima hasilnya sesuai dengan dharma baktinya kepada bangsa dan negara.

2)      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

Memiliki arti bahwa :

1. Pertumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari angka laju pertumbuhan penduduk

2. Upaya mengejar pertumbuhan ekonomi harus tetap memperhatikan keadilan dan pemerataan

3. Harus tetap dijaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dengan bidang-bidang pembangunan lainnya

3)      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis

Dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pembangunan itu :

1.      Terdapat kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang aman, tentram, tertib yang tercipta karena berlakunya aturan yang di sepakati bersama

2.      Dalam kondisi stabilitas nasional terdapat iklim yang mendorong berkembangnya kreativitas masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

Dalam pelaksanaannya, Delapan Jalur Pemerataan muncul sebagai pedoman untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam Repelita Ill, dan sebagai penegasan atas Trilogi Pembangunan yang memberi penekanan pada segi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mengarah kepada terwujudnya keadilan sosial. Dalam pidatonya di depan sidang DPR pada tanggal 16 Agustus 1978 Presiden Soeharto menyatakan pemerataan dalam kebijakan sebagai berikut:

1.      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya pangan, sandang dan perumahan.

2.      Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

3.      Pemerataan pembagian pendapatan.

4.      Pemerataan kesempatan kerja.

5.      Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.

6.      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.

7.      Pemerataan kesempatan berusaha.

8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Langkah-langkah pemerataan ini perlu segera diambil untuk menghindari semakin dalamnya jurang pemisah antara si kayadan si miskin. Kebijaksanaan juga diambil karenapembangunan nasional, knusus- nya ekonomi, telah menghasilkan peningkatan yang menggembirakan. Meskipun pemerataan ditekankan, tidak berarti bahwa unsur-unsur Trilogi Pembangunan yang lain tidak penting karena unsur Trilogi itu tidak dapat dipisahkan.

Menurut Emil Salim (1974:4) Pembangunan Indonesia selama masa Orde Baru bertopang pada empat faktor kebijaksanaan utama, yaitu:

1.      Kebijaksanaan Ekonomi Makro

Mencangkup anggaran yang berimbang, kebijakan moneter dan perbankan yang bersifat prudent (hati-hati) dan kebijaksanaan perdagangan internasional dan neraca pembayaran yang berorientasi kepada sektor ekspor sebagai faktor pendorong pembangunan.

2.      Kebijaksanaan perombakan struktur ekonomi

Mengubah struktur ekonomi dari pengasil bahan mentah menjadi ekonomi industry pengahasil barang jadi. Dampak dari hal tersebut adalah menghasilkan diverisifikasi struktur masyarakat di Indonesia.

3.      Kebijaksanaan kependudukan

Terfokus pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk, meningkatkan harapan usia hidup penduduk berkat peningkatan kesehatan penduduk serta menaikan tingkat pendidikan agar mampu menanggapi perubahan struktur ekonomi.

4.      Kebijaksanaan stabilitas politik

Untuk menjamin iklim yang kondusif bagi pembangunan yang pada gilirannya diharapkan dapat menjaga stabilitas politik.

Dampak dan Kontroversi Trilogi Pembangunan

Trilogi pembangunan yang di canangkan oleh presiden Soeharto ini berhasil meningkatkan pertumbuhan indonesia dari minus 2,25% pada tahun 1963 menjadi naik tajam sebesar 12% pada tahun 1969 atau setahun setelah dirinya ditunjuk sebagai pejabat presiden. 

Selama periode tahun 1967-1997, pertumbuhan ekonomi indonesia dapat ditingkatkan dan di pertahankan rata-rata 72% pertahun. 

Kebijakan tersebut juga menghasilkan intensifikasi pertanian di kalangan petani. Dalam pemerataan hasil, pelaksanaannya membuka jalur-jalur distributif seperti kredit usaha tani dan mitra pengusaha besar dan kecil. 

Meskipun demikian, trilogi pembangunan ini menuai kontroversi karena pada pelaksanaannya mengakibatkan hal-hal berikut :

a.       Pelaksanaan stabilitas politik menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang mengakibatkan pengendalian pers dan pengendalian aksi mahasiswa.

b.      Dalam hal procedural diterbitkan undang-undang tentang organisasi masa dan undang-undang partai politik pertumbuhan ekonomi menghasilkan penanaman modal asing yang mengakibatkan utang luar negri.

c.       Serbuan para insvestor asing ini kemudian melambat ketika terjadi jatuhnya harga minyak dunia, yang mana selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan regulasi (liberalisasi) pada tahun 1983-1988. Tampa disadari, kebijakan penarikan insvestor yang sangat liberal ini mengakibatkan undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal menjadi yang sangat liberal di lingkungan internasional.


Referensi: 

Sri Hadi, mengenang prestasi ekonomi indonesia 1966-1990an. (Jakarta:  penerbit Universitas Indonesia, 2006)

G. Dwipayan & Ramadhan KH, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan saya, (jakarta: PT Citra Kharisma Bunda, 1989)

Hutauruk,M. 1985. Garis besar ilmu politik pelita keempat 1984-1989. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kemenkeu. 1995. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1995.

Soetrisno. 1992. Kapita selekta ekonomi Indonesia (suatu studi). Yogyakarta: Andi offset.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Pesugihan Pohon Ketos di Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten

Review Drama Korea Road No. 1, Cinta Segitiga dalam Perang Korea