Perang Ranjau Laut Jerman Vs Inggris, Adu Sarjana dalam Membuat Senjata

Pada saat Perang Dunia II Front Eropa, Jerman tidak hanya mengagumkan lewat meriam, tank, dan kapal selamnya.



Suatu malam akhir tahun 1939 di Sungai Thames, dekat London terdapat 6 kapal dagang Inggris yang tenggelam. 

Ironisnya, kejadian tersebut hanya berjarak beberapa mil dari pelabuhan. Padahal, sebelumnya daerah tersebut telah dinyatakan bebas ranjau laut. 

Kapal yang baru saja mengarungi lautan itu, harus tewas di kampung halamannya.

Seperti sebelumnya, perang tidak hanya bertumpu pada jumlah serdadu atau tentara yang besar namun, Iptek juga berperan penting. 

Ilmuwan-lah yang kemudian menjadi objek vital selama perang. Beberapa kali kita telah mendengar, nama-nama seperti Josef Mengele, Kurt Tank, dsb. 

Merekalah yang memakai baju putih dalam lab tersembunyi, berfikir keras merangkai teori dan bergelut pada eksperimen.

Pada Perang Dunia II Front Eropa kian menarik, di mana beberapa ilmuwan melahirkan senjata dan antithesisnya.

Dalam perkembangannya, terdapat 3 jenis ranjau yang dipergunakan Jerman untuk "menenggelamkan" Inggris beserta Sekutu. 

Yang pertama ialah Ranjau Magnetis, yang muncul pertama kali tadi.

Sehabis dijinakkan Inggris, kali kedua Jerman menciptakan Ranjau Akustik. 

Begitu kembali dijinakkan, Jerman membikin Ranjau Oyster yang beraksi pra Operasi Overlord di Normandy Juni 1944 (D-Day).

Ranjau Magnetis

Prinsip kerjanya sama dengan ranjau pada umumnya tetapi, berada di dasar laut. 

Lalu, bagaimana bisa meledak? Jawabannya ada pada gaya magnet yang cukup besar diberikan di ranjau tersebut. 

Dapat dipahami bahwa, setiap kapal baja mempunyai bidang magnetis maka, gaya magnet yang kuat adalah cara untuk mengaitkan ranjau dan objek (kapal). 

Kendati demikian, Inggris mendapat antithesis senjata ini dengan cara menggunakan kapal penyapu ranjau dengan daya magnet yang besar pula sehingga, akan meledak di radius yang aman.

Ranjau ini beroperasi sejak tahun 1939 di Bulan November hingga tahun 1940 di bulan April-Mei 1940. 

Cara pendistribusiannya ialah dengan pesawat terbang usang Heinkel He 59 yang hanya mampu membawa dua ranjau saja. 

Sampai akhir perang, ranjau ini sanggup menenggalamkan setidaknya ratusan kapal dagang musuh. Bahkan di bulan September 1939 hingga Maret, mampu mengaramkan sekitar 429,899 ton.

Ranjau Akustik

Setelah menyudahi fokus pada magnet setelah itu, Jerman membikin sebuah ranjau dengan memanfaatkan suara yang ditimbulkan kapal. 

Hematnya, seolah-olah ranjau ini dapat mendengar atau "bertelinga". 

Inggris pun mendapat antithesis dengan cara menimbulkan suara yang terlampau "berisik" di bagian haluan kapal sehingga, memampukan ranjau itu meledak di radius yang aman. 

Jerman kemudian memodifikasi ranjau ini yang man, dapat meledak setelah mengabaikan beberapa di awal suara "berisik". 

Dengan demikian, dikiranya keadaan sudah aman, ranjau tersebut baru meledak kemudian.

Sarjana Inggris pun kembali mendapat solusi atas masalah ini dan begitu seterusnya dibalas oleh Sarjana Jerman.

Ranjau ini digunakan oleh Jerman pada Agustus 1940. Inggris kemudian mewartakan keberadaan ranjau jenis ini pada tanggal 25 Agustus 1945.

Kembali setelah berhasil menjinakkan ranjau magnetis, tim dari HMS Vernon kembali beraksi pada jenis ranjau ini. (Hewitt, 2008: 44-47)

Ranjau Oyster

Ranjau Oyster merupakan senjata final dalam modifikasi ranjau laut oleh Jerman selama perang. 

Prinsip kerjanya berfokus pada tekanan rendah. Saat kapal itu lewat maka, tekanan air akan berubah-ubah dan bila menjadi cukup rendah akan diterima oleh alat yang ada dalam ranjau itu dan akhirnya meledak. 

Sebenarnya, tidak ada antithesis Inggris karena Inggris juga telah membikin kreasi serupa (Ranjau Oyster)! Terlepas dari itu, pembuatan Ranjau Magnetis dan Akustik dari Inggris juga diproduksi secara berkala.

Singkat cerita, keduanya telah kehabisan akal! Sampai akhir perang, tidak ada tipu-menipu lebih lanjut lewat senjata ranjau ini. (Ojong, 2005: 112-117)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trilogi Pembangunan Orde Baru: Pengertian, Kebijakan, dan Dampak

Misteri Pesugihan Pohon Ketos di Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten

Review Drama Korea Road No. 1, Cinta Segitiga dalam Perang Korea